Kantor cabang Koran Suara Alpata
Kecamatan Minor
Pak Marvin
duduk di meja kerja, dan seperti biasa dia sibuk membaca dan mencoret-coret
bagian yang dirasanya kurang dalam laporan yang ditulis reporter, dan sesekali
bibirnya mulai menyeruput teh hangat yang berada di ujung mejanya.
Pak Marvin
sendiri adalah seorang editor yang telah bekerja dua puluh lima tahun di kator
Suara Alpata. Meski mata nya sudah mulai
agak rabun, dan harus memakai kacamata sebagai pendukungnya. Dia tetap berusaha
profesional dan mampu mengerjakan pekerjaaan nya tepat waktu. Bagi Pak Marvin
pekerjaan yang dia lakukan adalah pekerjaan menantang karena disini dia harus
menentukan berita ini sudah layak atau belum dikonsumsi publik.
“Tok...
tok... tok...” suara ketuk pintu.
“Masuk..”
kata Pak Marvin sambil melepas kacamata nya.
Dari
balik pintu tersebut masuklah, pria berperawakan tinggi dengan rambut pirang
panjang yang dikuncir ke belakang dan mengenakan jas putih. Di belakang pria
tersebut berdiri dua pria botak yang berbadan kekar mengenakan jas yang
berwarna hitam. Wajah mereka berdua hampir sama yang membedakan adalah pria
botak yang sebelah kanan memiliki wajah yang brewok, dan sedangakan yang satu
tidak.
Pria
tinggi tersebut pun maju mendekati Pak Marvin dengan senyum lebar yang terlukis
di wajah nya.
Pria
botak yang memiliki brewok menutup pintu ruangan tersebut.
“Perkenalkan
nama saya Rob Hadson dan saya adalah wakil ketua tim kemenenganan Rubel
Guerero. Senang berkenalan dengan anda.” Ucap pria berperawakan tinggi
tersebut, sambil bersalaman kepada pak Marvin.
“Keperluan
apa yang membuat anda kesini?” tanya pak Marvin.
“Seperti
yang dikatakan orang-orang kalau anda bukan tipe orang yang basa-basi.” Jawab
Rob Hadson dengan seringai.
Beberapa
saat kemudian wajah Rob berubah menjadi serius “Lansung saja, aku ingin anda
merubah seluruh berita yang beratas nama Tuan Rubel Guerero menjadi baik atau
kalau bisa menjadi heroik. Kau pasti sadar di kecamatan ini Tuan Rubel Guerero
selalu kala.”
“Maksud
anda aku harus mengubah total berita yang ada?” tanya Pak Marvin.
“Kalau
perlu. Kenapa tidak?” jawab Rob Hadson
“Mohon
maaf, tuan Rob Hadson yang terhormat. Saya tidak bisa melakukan hal tersebut.
Itu melanggar kode etik jurnalisme serta kredibilitas.” Ucap Pak Marvin dengan
nada suara mulai meninggi.
“Astaga.
Anda tidak perlu marah begitu. Anda butuh uang berapa satu juta, dua juta
tinggal anda sebutkan saja.” Kata Rob Hadson.
Pak
Marvin pun berdiri dari kursinya “Mohon maaf, sepertinya ini sudah jam makan
siang saya, dan saya butuh privasi.”
Rob
Hadson matanya melirik sebuah foto yang berada di meja Pak Marvin. Foto itu
bergambar Pak Marvin waktu muda dan ibunya yaitu nenek Jenskin.
Rob
Hadson berdiri dari kursinya. “Baik, anda tidak usah marah seperti itu. Aku
akan pergi.”
Rob
Hadson pun berjalan keluar dari kantor Pak Marvin, akan tetapi sebelum dia
keluar mulutnya pun bergumam “Sebuah kayu tua akan di potong malam nanti,
apakah akan menjadi kayu bakar atau hanya akan dipatahkan. Siapa yang tahu,
Tuan Marvin J?”
Setelah
Rob Hadson keluar dari ruangannya, Pak Marvin pun terduduk di kursinya.
Perasaan sekarang bercampur aduk penyesalan serta ketakutan berputar di
kepalanya. Karena baru saja dia melawan penguasa kota Elrik yang dia paham
betul bahwa setiap orang yang melawan nya akan berujung derita baik orang yang
melawan itu sendiri atau keluarga nya.
Pak
Marvin pun menghela napas perlahan dan mengeluarkannya. Dia pun memberanikan
diri berjalan keluar dari ruangan nya menuju meja sekretaris nya yang bernama
Lucy untuk mencari Wallter supaya ketemu dengan dirinya. [ ]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar