Jalan Koral
Kecamatan Minor
Matahari
sudah mulai merangkak ke atas kepala, menandakan hari menjelang siang. Wallter
semakin mempercepat pekerjaan nya sebagai loper koran. Dia paham betul apabila
koran nya tidak sampai kepada pelanggan atau lambat sampai jam sembilan, maka
bukan tidak mungkin pelanggan akan memberikan keluhan kepada nomor layanan
pelanggan suara Alpata dan itu membuatnya beberapa saat membuatnya khawatir
setibanya di kantor cabang pusat media terbesar di negara ini.
Satu
demi satu koran yang dia bawa akhirnya sampai ke rumah pelanggan. Wallter
jarang sekali melempar koran pelanggannya tidak seperti beberapa loper koran
yang lain di kantor nya. Dia lebih sering menaruh di kotak surat dan apabila
ada pelanggan nya yang berada di halaman depan, dia lansung memberikannya
dengan senyum ramah. Sesekali Wallter melirik jam tangan nya dikala mengayuh
sepeda kantor nya, sambil bergumam“Aku masih mempunyai banyak waktu.”
Hingga
akhirnya, dia sampai di rumah pelanggan koran yang terakhir. Ya. Itu adalah
rumah nenek Jenskin. Ia tinggal di bukit jalan koral, sehingga tidak heran
Wallter harus menuntun sepeda nya untuk dapat melewati bukit kecil tersebut.
Sesampainya
di atas dari kejauhan Wallter melihat nenek Jenskin tengah tertidur di kursi
goyang di halaman depannya. Dia pun mendekati nenek Jenskin seperti biasa, dia
berjalan mendekati nenek Jenskin.
Wallter
pun berkata pelan,”Selamat pagi, nenek Jenskin.”
Nenek
Jenskin tersadar dari tidurnya, dan menutup buku yang dipangkuan nya.
“Hey..
Wallter..” balas nenek Jenskin.
“Ini
koran anda nenek.” Ucap Wallter sambi memberikan korannya kepada nenek Jenskin.
Wallter
sedikit melirik kepada buku yang berada di pangkuan nenek Jenskin, tanpa sadar
dia pun bertanya “Apa yang anda baca, nenek?”
Nenek
Jenskin tersenyum pada Wallter, dia lalu berkata “Ini hanya dongeng pendiri
negara Alpata. Kamu mau mendengarnya?”
Wallter
yang menatap nenek Jenskin yang sudah bersiap untuk bercerita, dan tentu dia
paham bahwa setiap cerita yang telah diceritakan Nenek Jenskin pasti memakan
waktu yang lama.
“Hehehehehe...
boleh sih, nek.. tapi tidak sekarang ya, nenek..?” kata Wallter sambil
menggaruk-garu kepala bagian belakang nya.
“Apa
kamu yakin? Disini ada cerita tentang kunci yang bisa membuka gerbang menuju
senjata teknologi kuno?” ucap Nenek Jenskin.
Wallter
pun dengan dalih yang sama dia berusaha untuk meninggalkan perbincangan
tersebut, dan akhirnya dalih tersebut diterima nenek Jenskin dan dia pun
meninggalkan tempat tersebut dengan berpamitan sopan kepada nenek tersebut.
Bagi
Wallter ialah nenek Jenskin adalah nenek yang sangat baik tidak hanya pada
dirinya tetapi bagi orang lain. Bahkan ketika Wallter masih remaja dua belas
tahun dialah yang meminta putra nya Pak Marvin, kepala redaksi koran suara
Alpata cabang Elrik untuk menjadikannya sebagai loper koran sekaligus pegawai
bagian pengiklanan [ ]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar